ANCAMAN KOSONG; DAMPAKNYA PADA PERKEMBANGAN ANAK
Hallo Ayah Bunda dan sahabat semua, senang sekali menjadi sahabat anda untuk terus bertumbuh lebih baik. Tulisan ini sangat terinspirasi dari buku dan training The Secret Enlightening Parenting Cik Gu Okina Fitriani, serta pembelajaran kisah hidup ratusan klien dari ruang praktek sebagai hipnoterapis klinis di Klinik Hipnoterapi Pekanbaru. Dan sebelum anda lanjutkan membaca sampai selesai, izinkan saya bertanya;
Ketika Ayah Bunda dan sahabat semua membeli suatu produk
baru seperti handphone, televisi dan peralatan lainnya, apakah selalu disertai dengan manual book atau buku
petunjuk? Ya, Buku petunjuk yang biasanya menjelaskan secara detail tentang
tata cara pemakaian, peringatan bahkan layanan perbaikan. Tentu ada khan...
Dan ketika anda sebagai Ibu, atau istri Anda
melahirkan anak, apakah disertai dengan buku petunjuk? Rasanya tidak.
Ketika kita memiliki anak, saat anak pertama
kali dilahirkan memang tidak ada manual book,yang menjelaskan secara detail
tentang bagaimana cara terbaik mendidik, membesarkan anak, termasuk penanganan
ketika anak bermasalah. Sehingga kita
banyak belajar dari orang tua terdahulu, dan menerapkan apa yang orang tua
lakukan pada diri kita dan saudara kita lainnya. Apakah hal tersebut salah,
tentu saja tidak. Kita bertindak tentu sesuai dengan sumber daya yang dimiliki
saat itu, betul? Namun, apakah semua hal yang dilakukan atau diajarkan orang
tua sudah tepat? Kalaupun tepat saat itu, apakah hal tersebut masih dapat
diterapkan untuk pengasuhan jaman now?
Beberapa kekeliruan yang boleh jadi pernah
kita lakukan dibawah ini, ya termasuk saya, dulu memang tidak saya anggap
sebagai kekeliruan. Namun, seiring interaksi dengan ratusan klien di ruang
konseling dan terapi, saya menyadari bahwa hal tersebut keliru. Banyak
persoalan remaja, dewasa hingga tua dengan beragam simtom yang muncul seperti
kecanduan, kecemasan, fobia, kurang percaya diri, obesitas, alergi, selalu
menunda, berbohong, mogok sekolah, orientasi dan perilaku seksual menyimpang
serta penyakit psikosomatis disebabkan oleh pengalaman tertentu dengan muatan emosi negatif yang
intens dan informasi yang diterima sehingga menjadi believe di pikiran bawah
sadar. Dan yang menarik adalah, lebih dari 70% penyebab awal atau akar masalah
terjadi saat anak berusia 10 tahun kebawah, artinya dari sejak dalam kandungan,
berupa ucapan, perlakuan atau pola asuh orang tua, diantaranya;
Mengancam Tapi Tidak Melakukan
“Kalau
main games terus, nanti mama banting lho handphone nya!”
“ Awas
ya, kalau masih bolos lagi, papa nggak akan kasih uang jajan!”
“Kalau
masih nangis, nanti papa lempar keluar”
Hayo....siapa diantara ayah-bunda yang pernah atau
sering memberikan ancaman begini pada anak-anak....hmhm...saya juga pernah
melakukannya, tapi itu dulu, sebagai orang tua jaman old, sebelum banyak belajar tentang pola pengasuhan yang positif,
baik melalui buku, training ataupun melalui permasalahan klien di ruang terapi.
Ancaman memang seringkali menjadi senjata
sebagian orang tua untuk membuat anak mau menuruti atau stop melakukan sesuatu.
Bukan hanya anak, kita sebagai orang dewasa juga takut saat ada ancaman khan?
Saat mendengar ancaman, anak selalunya merespon dengan cepat karena takut akan
konsekuensinya....tapi, apakah kita pernah atau selalu melaksanakan ancaman
tersebut? Saat kemudian anak tetap bermain games dengan handphone nya, apakah kita benar-benar membantingnya, atau saat
bolos lagi, apakah kita benar-benar menstop uang jajannya? Jangan-jangan tidak
pernah, dan kita hanya memberikan ancaman kosong.
“Duh...gimana
ya Pak, kan sayang handphonenya mahal, masak dibanting...” atau “Rasanya nggak tega ya kalau nggak dikasih
uang jajan, nanti makannya di sekolah gimana...”. itulah jawaban dari
banyak orang tua diruang konseling saat saya konfirmasi tentang ancamannya
apakah dilaksanakan atau tidak. Sebelumnya para orang tua ini selalu
mengeluhkan perilaku anaknya yang sering berbohong, tidak lagi mau menuruti
atau bahkan sering membantah orang tua, kecanduan games, bolos sekolah dan
banyak perilaku ‘bermasalah’ lainnya.
Apa Dampak Ancaman Kosong pada Perilaku Anak?
Ancaman kosong atau ancaman yang tidak dilakukan, berdampak pada;
- Anak menjadi sering berbohong
- Anak menjadi Tidak respek pada orangtua, bahkan
- Anak berani melawan orangtua
Dari banyak kasus, anak-anak yang cenderung
berbohong, selalu mengulangi kesalahan atau bahkan berani melawan pada orang
tua, karena orang tua kurang atau bahkan sudah tidak memiliki ‘nilai’ dimata
anak, tidak memiliki harga, atau anak menganggap orang tua sebagai figur yang
tidak bisa dipercaya. “Ah...mama tuh Cuma
ngancam aja..” atau “paling hanya
sebentar aja papa gitu, nanti juga dikasih...”.
Ketika memberikan ancaman kosong sebenarnya
orang tua juga telah mengajarkan anak untuk berbohong, karena memberi ancaman
tanpa melakukan sama halnya kita berjanji tapi tidak ditepati. Seringkali
anakberbohong, karena belajar dari kita orang dewasa. Meskipun kita sering
mengajarkan anak untuk jujur, tapi anak lebih percaya apa yang dilihat, dibanding
apa yang dia dengar.
Kalau begitu, terus bagaimana, masak sih harus
dibiarin aja anak main games berlama-lama, atau dibiarkan bolos?
Apa kita tidak boleh mengancam? Tentu saja
boleh. Tapi pastikan untuk mengeksekusi dan konsisten melakukannya.
Kalau nggak tega bagaimana? Yaaa buat ancaman
yang tega untuk dilakukan, pikir lebih dulu sebelum memberikan ancaman, apakah
kita akan tega untuk melakukannya atau tidak. Selanjutnya, perlu batasan yang
jelas ketika memberikan ancaman, misalnya ketika mengancam tidak memberikan
uang jajan, pastikan dengan jelas berapa hari atau berapa lama uang jajan tidak
diberikan, satu hari, dua hari atau lima hari, misalnya, “kalau minggu ini masih bolos juga, uang jajanmu papa stop dua hari
ya”. Karena ketika kita mengancam ‘tidak akan memberikan uang jajan,
pikiran akan memaknai sebagai “tidak memberikan uang jajan sama sekali atau
selamanya”. Padahal baru dua hari saja anda tidak akan tega, betul? Batasan
yang jelas ini penting supaya anda tidak merasa bersalah ketika mengeksekusi
ancaman anda sendiri, dan anda tidak dianggap sebagai orang tua yang tidak
menepati janji dan sebagainya.
Yang lebih baik tentu tidak memberikan
ancaman. Memangnya bisa? Tentu saja bisa.
Cara terbaik untuk mengurangi atau bahkan
meniadakan ancaman adalah dengan membuat
aturan terlebih dahulu, dan disepakati bersama. Karena prinsipnya kita tidak
bisa menghukum jika tidak ada aturan sebelumnya. Bukankah dalam setiap
permainan atau pertandingan seperti sepak bola misalnya, selalu ada aturan mainnya?
Selayaknya demikianlah dalam ranah keluarga, perlu aturan yang dibuat dan
disepakati bersama; misalnya tentang bermain, berapa jam dalam satu minggu
boleh bermain games, apa reward jika mentaati dan hukuman jika melanggar.
Ketika sudah ada aturan, orang tua tentu dapat mengingatkan, dan ketika aturan
tersebut dilanggar hukuman dapat dijalankan
tanpa perlu merasa bersalah.
Jadi, masih mau memberi ancaman kosong?
Salam Bahagia,
Khairul Anwar
Hipnoterapis Klinis
WA. 0813 7853 7379
0 Komentar